7/23/12

Kriminalisasi Aspirasi Politik

Yusak Pakage

Yusak Pakage, ketua Parlemen  Jalanan kembali ditangkap aparat polda Papua. Tuduhanya, ia diduga membawa alat tajam ke gedung pengadilan saat menghadiri persidangan terhadap Buktar Tabuni, mantan ketua KNPB.

Namun, saat ditangkap, sebagaimana yang diberitakan Suara Papua, Yusak mengaku tidak tau menau dengan pisau yang ada dalam bajunya. Saat datang dari rumah ia tidak membawa pisau.
“Saya tidak buat salah, pisau itu bukan milik saya, jangan tangkap saya,” teriak Yusak saat diinterogasi secara paksa oleh beberapa anggota Dalmas Polda Papua.

Yusuk adalah aktifis Papua, selama ini dikenal memilih jalan damai dalam berjuang. Ia tidak perna tercatatat menganjurkan apalagi  mengunakan  kekerasan dalam menyuarakan aspirasi bangsa Papua Barat.

Di lain cerita,  kita juga masi belum lupa dengan peristiwa pembuhunah yang dilakukan oleh aparat terhdap Mako Tabuni, salah satu pimpinan KNPB. Setelah menembak mati dirinya, mereka melarikanya ke R. S. Bayang Kara.

Sehari setelahnya polisi mengeluarkan pers rilis. Isinya mengejutkan. Katanya, dalam jaket loreng yang dikenakan oleh Mako, di temukan senjata. Parahnya lagi polisi mengatakan senjata itu ialah senjata curian milik polisi. Anehnya lagi, polisi tidak bias menyebutkan kapan dan di mana senjata itu dicuri almarhum Mako Tabuni.

Tentu saja, berita ini juga mengejutkan. Padahal semua orang tau, Mako adalah aktif politik Papua Barat yang juga  memilih jalan damai dalam berjuang. Ia juga sama sekali tidak perna terlihat memegang senjeta.

Kriminalisasi

Melihat dua peristiwa ini, kita bisa menarik sebuah benang merah. Bahwa apa yang terjadi terhadap aktifis Papua selama beberapa waktu belakangan ini ialah upaya kriminalisasi terhadap aktif politik Papua Barat. Indonesia sebagai Negara yang dikenal dunia sebagi Negara Demokratis tentu saja harus menghargai padangan politik yang berbeda dengan garis politik Negara.

Hal ini membuat Negara tidak bisa main tangkap seenaknya ketika ada masyarakat yang berbeda idiologi maupun aspirasi politiknya dengan Negara. Jalan satu-satunya untuk melumpukan gerakan politik seperti ini  ialah dengan membuat skenario agar melumpukan tokoh-tokoh utama dari gerakan politik yang bertentangan itu. Kriminalisasi ialah jalan yang ampuh.

Kriminalisasi akan dilakukan ketika Negara marasa gerakan politik yang mengancam kepentingan Negara semakin membesar dan menguat. Itu juga yang terjadi di Papua. Lihat saja, ketika tuntutan kemerdekan Papua semakin menguat, Negara memainkan sejutah skenario untuk melumpukan tokoh-tokoh utama pergerakan.

Itu juga yang terjadi terhadap Buktar Tabuni.  Ketika  Ketua Parlemen Nasional Bangsa Papua Barat ini ditangkap, polisi mengeluarkan pernyataan, Buktar adalah salah satu aktor yang berada dibelakang serangkayan penembakan yang terjadi di Jayapura. Namun, merasa tidak punya bukti, polisi buru-bura mengklarifikasi, penangkapan terhadapnya.

Polisi beralasan penangkapan terhadap buktar dilakukan dengan tuduhan kasus kerusuhan di penjara Abepura, pada 2010 lau. Aneh, sebuah kasus yang terjadi di tahun 2010, disimpan, lalu disidangkan pada 2012, dua tahun sesudahnya.

Upaya ini sejalan dengan pernyatan Menti Hukum dan Ham beberapa Waktu Lalu  yang menyebutkan, tidak ada tahanan politik di Papua dan Maluku.  Menhukum sadar, seharusnya tidak bole ada tahan politik di Negara Demokrasi macam Indonesia. Para aktifis politik pun akan digiring  untuk menjadi tahan kriminal.

Ketentuan Berkomentar:
1. Harus Mengunakan Akun Google
2. Tidak Boleh membuat komentar Spam
3. Anda Sopan, Kami Segan
4. Terimakasi-Terimakasi-Terimakasi

Begitu Sudah!
EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)