Ganbar Buku Hari Ini Nga bisa menulis |
Pada jaman dahulu, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi belum berkembang pesat, orang menyimpan dan menyebarkan informasi dan nilai-nilai kehidupan dari mulut ke mulut. Dari mulut ke mulut pulah, keterampilan hidup disebar sebagai dalam komonitas masyarakat.
Di iringi dengan perkembangan dan daya pikir manusia, mulailah ditemukan simblol-simbol yang mengandung pesan tertentu. Sering dengan waktu yang berjalan, manusia mulai menemukan huruf yang merupakan komponen terkecil dari gugusan kalimat.
Manusia melai menuliskan huruf-hurufnya itu di batu, kaya, dan daun untuk menyimpan beragam jejak cerita kehidupan dan untuk mewarisakan berbagai petuah dan wejangan. Budaya lisan sedikit demi sedikit mulai berubah ke budaya tulis. Manusia mulai beralih ke zaman pra sejarah, saman ketika manusia suda mengenal tulisan.
Kini, manusia hidup pada zaman globalisasi yang ditandai dengan perkembangan terknologi yang begitu pesat serta arus informasi yang begitu hebat. Manusia tidak lagi menulis di atas daun dan batu. Kini, manusaia bahkan bisa menulis mengunakan alat elektronik yang cangih. Soal medium tulis, manusia tidak lagi menghadapi masalah yang berarti.
Dulu, kegiatan menulis hanya dilakukan oleh empuh, atau pun tukang catat. Kini, menulis bisa dilakukan siapa saja. Tidak peduli, ia siapa, apa pun latar belakangnya. Mahasiswa, tukang ojek, ilmuan, dokter dan lain sebagainya, semua bisa menulis. Seperti kata goethe, “manusia pada hakekatnya adalah penulis.”
Namun, tidak jarang di jumpai masi banyak orang yang belum memiliki keterampilan menulis. Masi banyak orang yang berangapan bahwa, menulis hanyalah monopoli orang-orang tertentu. Mungkin, judul buku, “Hari Gini, Gak Bisa Bulis!” ingin menyindir secara halus pada mereka-merka yang belum bisa menulis dengan baik. Judul ini seakan mau mengatakan, seharusnya, manusaia pada zaman sejarah (sesudah mengenal tulisan-era ini ) ini seharusnya suda memilik skil menulis. Jika tidak, ia sama saja dengan manusia yang hidup pada masa lalu, zaman pra sejarah.
Tentang Buku!
Sampul buku ini simple dan menarik. Seorang anak muda berbaju biru, mengantung tas orange, celana jins sepatu hitam duduk santai berhadapan dengan laptop dan buku-buku sampil merentangkan dua tangannya . Ia tersenyum tampak gembira. Di atasnya terpang-pang frase judul Buku, Hari Gini, Gak Bisa Nulis.
Tentu saja, Yang dimaksud menulis oleh Agus Ponda, salah satu penulis buku ini adalah menulis untuk khalayak, bukan untuk diri sendiri. Ukurannya menimal tulisa tersebut dimuat di sebuah terbitan, Koran, majalah, Tabloit, web berita atau diterbitkan sebagai sebuah buku. Kalau Hanya menulis surat cintah, mengisi diary, atau postingan acak-acakan di blog bisa dilakukan semua orang. Lagi pula tulisan seperti ini tidak akan mendapatkan antusiasme pembaca.
Oleh karena itu buku ini, mengajarkan bagaimana membuat sebua tulisan yang layak muat di media dan layak terbit sebagai buku. Menurut penulis buku ini hal terpenting dalam menulis adalah menemukan inspirasi bukan tema. Katanya jika inspirasi suda muncul maka tema akan otomatis menyul. Inspirasi tulisan bisa berupa apa saja. Inspirasi bisa datang dari hal-hal yang ada pada diri kita dan sekitar kita atau pun orang lain. Ia bisa juga berasal dari masalah yang sedang actual terjadi di sekitar kita. Misalnya gonjang-ganjing perkara korupsi, debat sepak bolah, sampai masalah lingkungan.
Selanjutnya ia juga mengatakan, seorang penulis juga dituntun menjadi pembaca yang baik. Tidak hanya membaca teks dari berbagai macam bacaan tetapi juga dari hal-hal yang terjadi di sekeliling kita. Bisa berupa gejolak sesial, ataupun fenomena alam dan lain sebagainya.
Hal-hal menarik dari buku ini ialah uraian tentang bagaimana menghadapi macet menulis, bagaimana membuat system penangkap gagasan atau ide-ide liar, bagaiman caranya agar tulisan dimuat di media masa, penghasilan dari menulis dan lain sebagainya. Buku ini juga membahas masalah honor bagi penulis, baik penulis di surat kabar , majalah dan tabloid atau pun penulis buku.
Pada bagian dua, terdapat berbagai tips menulis. Mulai dari ajakan membangun kebiasaan membaca dan berlanjut denang bagaimana membangun perpustakaan atau manejemen file bacaan. Menurut saya, bagian dua buk ini penting karena sifatnya yang aplikatif atau langsung bisa diprakterkan.
Salah satu alasan di terbitkannya buku ini ialah agar pembaca bisa mendapat tips-tips yang aplikatif tentang menulis. Hal ini karena, selama ini, buku-buku dengan tema yang sama, oleh penulis diangap terlalu teoritis dan tidak mengajarkan bagaimana langsung menulis.
Kurang
Menurut saya, buku ini bukan hadir tampa gading yang tak retak. Buku ini tidak berhasil memberika penjelasan yang tegas tentang menulis dan atau mengarang. Apakah keduanya (menulis dan mengarang) mengandung makana yang sama. Pada buku-buku kepenulisan lainya saya sering menemukan bagaimana para penulisnya membuat definisi yang tegas antar menulis dan mengarang.
Ketidak tegasan berikutnya adalah, tidak dijelaskannya perbedaan menulis ilmia atau Fiksi? Apakah perbedaan tulisan ilmia populer dan tulisan ilmia akademik? Apakah perbedaan cerpen dan novel? Tetapi, tampaknya buku ini berbicara tentang karangan fiksi Jika melihat urayan dan contoh tokoh-tokoh penulis dalam buku ini .
Buku ini tetap menarik untuk di baca karena gaya tutur yang lugas dan menari. Disertai juga dengan kutipan kata-kata mutiara yang membangkitkan optimism. Selain itu buku ini juga desertai dengan lampiran berupa alamat 176 penerbit buku dan 96 media masa cetak. Alamat-lamat ini penting bagi siapa saja yang ingin menerbitkan nasakahnya agra di baca oleh kalayak ramai. Bagian lampiran ini di Isi oleh penulis yang lain, K. Endrasmar.(EBI)***
Ketentuan Berkomentar:
1. Harus Mengunakan Akun Google
2. Tidak Boleh membuat komentar Spam
3. Anda Sopan, Kami Segan
4. Terimakasi-Terimakasi-Terimakasi
Begitu Sudah!
EmoticonEmoticon