KAWASAN hutan bakau membentang seluas 22 hektare, menyebarkan kesejukan ke berbagai penjuru. Tak sekadar tumbuhan mangrove yang hidup di sana, suara monyet berhidung mancung, bekantan, bersahut sahutan dengan suara siulan burung. Suasana tersebut bukan di suaka margasatwa yang jauh dari keramaian manusia. "Daerah itu andalan kota pulau semacam Tarakan," kata Gani Abdullah, 72 tahun.
Bagi warga Sebengkok yang lahir di Tarakan itu, hutan dengan 11 vegetasi mangrove tersebut menyelamatkan tanah dari gerusan air laut serta air bawaan banjir dari daratan. Oleh pemerintah kota, hutan bakau tidak dianggap sebagai kawasan yang tidak bernilai ekonomi sehingga harus ditebang, diuruk, dan diubah menjadi kawasan bisnis. "Karena hutan mangrove ini, Tarakan berkarakter. Karena itu menjadi penanda kota," ujarnya.
Haji Gani, begitu pria ini dipanggil, mengaku perubahan mencolok terjadi saat dokter Jusuf Serang Kasim menjabat wali kota. Tak mengherankan jika wali kota pilihan Tempo 2008 ini menjabat dua periode, sejak 1999 sampai 2009. "Kota terasa sejuk, bersih, ekonomi bergerak, dan terang," kata bekas pengusaha pengangkut sampah Tarakan itu. Memang, Tarakan mendapat kepercayaan diri sejak berubah menjadi kota madya, karena menjadi daerah otonomi. "Pemerintah daerah lebih bebas menggunakan hasil pendapatan daerahnya," tutur Gani.
Terang. Kota itu memang jadi hidup dengan lampu yang menyorot di mana mana. Warga pun merasa aman. Apalagi pemerintah daerah merencanakan kota pulau itu menjadi Singapura mini di Kalimantan Utara. Cita cita itu bukan sekadar omong kosong. Selama periode 2000 2010, ekonomi Tarakan tumbuh 11 persen. "Bidang infrastruktur benar benar dibangun, sehingga roda ekonomi bergerak lebih cepat," ujar Maxi Millianus, 35 tahun, pengusaha jasa pariwisata asal Tulungagung, Jawa Timur.
Saluran air dibangun, jalan diaspal hotmix sampai ke kampung kampung, sekolah, rumah sakit, dan pasar didirikan. Yang paling berubah, menurut Gani, adalah Bandar Udara Juwata. Landasan pacu diperpanjang dan kualitasnya ditingkatkan, sehingga bisa didarati pesawat jenis Boeing dan Airbus yang berkapasitas hingga 300 penumpang.
Selain hutan bakau yang lestari dan menjadi destinasi, ruang terbuka yang menjadi tetenger kota adalah pantai Amal. Pantai landai dengan air laut biru turquoise. Agar bibir pantai tak digerus ombak Laut Sulawesi, pemerintah daerah telah melakukan reklamasi sepanjang 2,7 kilometer.
Laut memang dimuliakan dan menjadi sumber kehidupan. Tarakan, menurut cerita rakyat, berasal dari bahasa Tidung tarak, yang maknanya bertemu, dan ngakan berarti makan. Kawasan tersebut dulu merupakan tempat nelayan istirahat makan dan jual beli hasil tangkapan. Tak mengherankan jika perputaran roda ekonomi itu menarik banyak orang dari luar pulau itu.
Lalu Tarakan berkembang menjadi kota penghasil minyak ketika perusahaan minyak Belanda, Bataavishe Petroleum Maatchapij, masuk pada 1896. Bahkan, tatkala Jepang merebut Tarakan pada awal 1944, perusahaan itu masih bisa menghasilkan minyak 350 ribu barel tiap bulan. Baik pemerintah Belanda maupun Jepang mendatangkan pekerja minyak dari Jawa.
Kini kota pulau itu bisa dikatakan nyaman huni. Semua yang telah dibangun Wali Kota Jusuf Kasim kini diteruskan wali kota baru, Udin Hianggio. "Semoga wali kota yang baru bisa menjaga dan membuat Tarakan tambah nyaman dan maju," ujar Gani berharap.
(SUMBER: Majalah Tempoh, 03 Januari 2011)
TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR
Luas: 657,33 kilometer persegi
Penduduk: 193.069 jiwa �
Kepadatan: 293 jiwa per kilometer persegi Memiliki 4 kecamatan dan 20 kelurahan/desa
Hari jadi: 15 Desember
Wali Kota: Udin Hianggio
Luas: 657,33 kilometer persegi
Penduduk: 193.069 jiwa �
Kepadatan: 293 jiwa per kilometer persegi Memiliki 4 kecamatan dan 20 kelurahan/desa
Hari jadi: 15 Desember
Wali Kota: Udin Hianggio
Ketentuan Berkomentar:
1. Harus Mengunakan Akun Google
2. Tidak Boleh membuat komentar Spam
3. Anda Sopan, Kami Segan
4. Terimakasi-Terimakasi-Terimakasi
Begitu Sudah!
EmoticonEmoticon