1/26/16

Novel, Papua dan Penegakan Hukum


Suda bukan rahasia lagi, penegakan hukum dinegeri ini penuh dengan nuasa politik. Jika tidak ada pertaruangan kekuasaan, kekuatan, atau kepentingan, penegakan hukum tidak akan terjadi. Padahal, konstitusi negara ini telah menyebutkan, Indonesia adalah Negara hukum.

Logikanya, jika indonesia negara hukum, siapa saja dinegeri ini tidak boleh kebal hukum. Jika seseorang melangar hukum, ia tentu harus berhadapan dengan porses hukum. Tidak perduli siapa dia. Pejabat, polisi, pengusaha, cendikiawan, penyidik KPK atau petani sekali pun.

Contoh paling nyata dari rahasia umum ini adalah kasus Novel Basweden, Penyidik KPK. Beberapa Waktulalu ia ditangkap paksa dini hari dari rumahnya. Alasanya, Ia dua kali mangkir dari pemangilan untuk penyedikan.

Novel adalah Tersangka Kasus penganiyayan pencurian burung walet. Ceritanya, Novel yang adalah seorang polisi, pada 18 Februari 2004, mengitrograsi 6 pencuri burung walet. Saat itu ia berpangket Inspektur satu (Iptu), dan menjabat Kepala Bareskrim Polres Bengkulu. Dalam peristiwa intrograsi itu satu orang tewas.

Novel dinilai bertangung jawab atas persistiwa tewasnya satu orang itu. Novel kemudian dilaporkan oleh Yogi Haryanto. Oktober 2012, Novel hendak ditangkap. Anggota Polda Bengkulu dan DKI jakarta sempat mendatangi Gedung KPK.

Tetepi proses penangkapan itu batal, berkat imbawan presiden SBY. Di sini kekuatan politik bermain, bukan supermasi hukum yang tidak padang bulu. Nah, setelah terjadi pertarungan kekuatan antar Polri dan KPK, Novel ditangkap lagi. Alasanya, agar kasus ini tidak kadaluwarsa.

Aneh, persitiwa yang suda terjadi pada 11 Tahun lalu, baru hendak disidik sekarang. Tentu saja publik mengetahui. Novel adalah penyidik yang yang paling berani. Ia tidak pandang buluh menangani berbagai kasus korupsi ketika direkrut sebagai penyidik KPK. Pengusaha, Pejabat Pemerintah, termasuk pejabat dalam institusi Polri.

Apa yang dilakukan oleh Novel baswedan pada 11 Tahun lalu, tentu saja dapat digolongkan dalam kategori tindak kekerasan Aparat Negara terhadap Warga Negara. Walau bagaimana pun, demi keadilan pada korban, terutama pihak keluarga yang tewas, Novel harus diseret dalam proses hukum. Sekali lagi hukum tidak padang bulu.

Kekerasan Aparat.

Dilain pihak, peristiwa kekerasan aparat terhadap warga hampir sering terjadi. Di Papua, peristiwa seperti ini seolah seperti hal biasa. Semboyan melayani dengan hati seolah hanya jadi alat pencitraan.

Lihat saja kasus pania. 6 orang siswa suku mee tewas. Belum lagi kasus Yahukimo, hanya karena mengalang dukungan dana untuk fanuatu, 2 orang dikabarkan tewas oleh peluruh aparat. Buntutnya Polisi hanya bisa mengelurkan bantahan. Dalam keterangannya, polisi melansir, demostran di Yahukim hendak merebut senjata dari tangan aparat. Habis itu, kasus ini seolah tengelam.

Begitu Sudah
Berbagi Itu Selalua Indah

This Is The Newest Post