Ilustrasi Kebudayaan Papua, Sumber gambar google |
Himbawan ini tentu saja perlu disambut dengan positif. Dengan kesadaran yang penuh, bahwa nilai-nilai kebudayaan papua yang luhur, perlu terus dilestarikan. Semuah pihak perlu melakukan sinergi.
Pertanyaannya, seberapa penting kebudayaan Papua Masuk kurikulum? Saya teringat masa-masa sekolah dulu. Terutama pada tingkat SMP dan SMA. Kira-kira tahun 2002-2008.
Waktu SMP, saya dan teman-teman mendapatkan materi pelajaran Mulok 1, Mulok 2 dan Mulok 3. Isi materinya beragam, tetapi fokus pada materi kebudayaan papua. Mata pelajaran mulok diajakan dari kelas satu sampe dengan kelas 3.
Sejau yang saya ingat, kami belajar tentang bahasa daerah, permainan tradisional dan berkebun. Guru kami ialah ibu Selfi asal tanah dan toraja dan seorang pak guru asal Pulau Jawa- saya lupa namanya. Keduanya adalah guru Pelajaran Jasmani.
Barang kali karena kekurangan guru, keduanya mengisi posisi sebagai pengajar dan pendidik mata pelajaran mulok. Maklum, pada saat itu, SMP Negri 02 Nabire cuma memiliki dua guru orang asli papua
Saya kagum melihat kedua guru Pelajaran Jasmani yang dengan suka rela mengajarkan kebudayaan Papua. Walau pun bukan orang asli papua, dengan mengunakan diktat, mereka mengajarkan kebudayaan Papua. Mereka tak segan-segan mengklarifikasi pada siswa asli papua kalau saja tidak yakin pada penulisan suatu kata.
Sejauh yang saya ingat, Ibu Pak guru asal Jawa mengajarkan bahasa daerah. Bahasa daerah mee dan bahasa daerah suku Moor. Suku mee dari pegunungan, sedangkan suku moor dari pesisir nabir.
Sedangkan Ibu selfi, mengajarkan pelajaran permainan tradisional. Waktu itu ia mengajakan permainan "mapi bagai." Permainan memanah. Permainan ini bertujuan untuk melatih anak mudah suku mee memanah buruan yang sedang berlari ataupun terbang.
Saat kelas dua, kami belajar berkebun dengan cara orang mee. Untuk belajar berkebun, kami di ajarkan oleh seorang guru asal makasr. Ia lahir dan besar nabire. Desas desus, katanya ia anak Kepala sekolah. Ia baru saja menyelesaikan kulia di IPB Bogor. Setelah lulus ia mengajar di SMK Negri 1 Nabire dan mengajarkan berkebun pada kami.
Sewaktu SMA, saya tidak menemukan mata pelajaran muatan lokal (mulok). Barang kali mata pelajaran mulok tidak penting. Apa lagi sistem kurukulom pada saat itu, katanya berbasis kompetensi. Siswa dituntut mecam-macam hal. Intinya siswa dituntut untuk lebih aktif.
Tetapi saya beruntung bertemu dengan Pak Yance Rumbino. Ia seorang seniman ternama, asal biak dan bermukim di nabire. Karya musiknya yang terkenal dan sampai dijadikan "lagu wajib" ketika ada even-even orang papua ialah Lagu Tanah Papua.
Pak Rumbino sangat piawai menerangkan keseniaan dengan gaya papua yang khas. Ia mampu membumikan beragam terori dan kosep musik kedalam kultur Papua. Ia hebat dalam menjelaskan nada-nata, notasi, tempo dan roh dibalik lagu-lagu tradisional papua.
Akibatnya, jam pelajaran kesenian selalu ditunggu. Ketika ia mengajar, tak perna ada kegaduhan. Bahkan, sering kali, ketika loncong sekolah berbunyi tanda jam istirahat, kami, para siswa merengek agar pak guru terus mengajar.
Tak hanya itu, ia juga bercerta tentang tifa, yosim pancar, tarian balada cendrawasi dan masi banyak lagi. Satu poin yang masi saya ingat ialah, katanya, tifa itu bukan hanya alat musik milik orang Papua. Tifa itu alat musik ras melanesia.
Tantangan
Cerita diatas mengambarkan bahwa memasukan kebudayaan papua dalam kurikulum melalui muatan lokal, sangatlah penting. Seandanya pada saat SMA dan SMP tidak perna ada materi kebudayaan Papua saya barang kali tidak akan tau asal muasal Yosim pancar, tarian pergaulan muda-mudi papua yang diceritakn Pag Guru Rumbino dalam kelas keseniaan. Saya pun barang kali tidak akan perna tau permainan tradisioanl Suku Mee, mapi bagai seandainya tak perna diceritakan guru pada saat SMP.
Tapi tantangan pada saat ini ialah, bagaimana menyusun silabus pendidikan muluk dengan materi kebudayaan Papua tersebut terealisasi. Kebudayaan papua sangat kaya dan beragam. Terdapat ratusan suku dengan kebudayaannya masing-masing yang menunjukan ke khasannya sendiri.
Apalagi, bicara tentang kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks. Kebudayaan pada khakitanya ialah keseluruhan hasil cipta dak karsa manusia yang timpul dari interaksi dengan sesama, alam dan lingkungan serta hal-hal mistis lainya.
Secarah umum, terdapat tujuh unusr kebudayaan. Mulai dari bahasa sampai keseniaan, dari sistem kepercayaan sampai peralatan hidup. Saya pikir, semua ini perlu diseleksi dan disusn dalam silabus sebagai bahan pelajaran.
Belum lagi masalah ketersediaan guru molok. Rasanya roh kebudayaan tidak akan tampak jika materi kebudayaan papua diajarkan oleh guru amber. Seperti cerita saya di atas, Pak Guru Rumbino jika mengajar selalu buat suasana kelas jadi hidup. Ruh Papua sangat terasa dalam kelas keseniaan.
Kenyataannya, keterbatasan guru di Papua sangatlah klasik. Untuk mengajarkan kebudayaan papua, guru akan selalu berada didepan dalam upaya mewariskan dan menanamkan nilai-nilai kebudayaan.
Oleh karena itu, guru menjadi penting dalam suatu proses pendidikan.
Masalah ini tentu saja bisa diaklai. Saat ini terdapat banyak seniman Papua. Mereka bekerja lebas dan tak teratur. Seniman Papua tersebtu dapat direktur menjadi guru, untuk mengarjakan kebudayaan Papua.
Semua pihak yang bewajib tentu saja harus saling mendukung dalam upaya melestarikan kebudayaan Papua.
Bagitu Sudah
Berbagi Itu Selalua Indah
Ketentuan Berkomentar:
1. Harus Mengunakan Akun Google
2. Tidak Boleh membuat komentar Spam
3. Anda Sopan, Kami Segan
4. Terimakasi-Terimakasi-Terimakasi
Begitu Sudah!
EmoticonEmoticon